Wikipedia

Hasil penelusuran

17 Maret 2020

Alternatif bahan pakan ikan

Keberhasilan usaha budidaya ikan sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan ikan. Namun penyediaan pakan seringkali menjadi kendala disebabkan harganya yang tinggi karena biaya pembuatannya yang cukup tinggi (hampir 70% dari biaya produksi). Untuk itu Balai Budidaya Air Tawar Jambi melalui Proyek Pengembangan Rekayasa Teknologi Balai Budidaya Air Tawar Jambi mengadakan penelitian untuk mencari alternatif pakan lain yang dapat dibuat sendiri dari bahan-bahan lokal serta memanfaatkan hasil samping.

Bahan baku merupakan faktor utama yang harus tersedia dalam produksi pakan buatan dan pakan alternatif. Bahan baku secara umum dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu bahan baku yang berasal dari tumbuhan dan hasil ikutannya (nabati) serta yang berasal dari hewan dan hasil ikutannya (hewani).
Bahan – bahan baku yang dipakai dalam pembuatan pakan ikan berfungsi sebagai sumber protein, energi, mineral dan vitamin. Faktor utama yang harus diperhatikan dalam pemilihan bahan pakan adalah kandungan nutrisi bahan, tingkat kecernaan, ketersediaan, kontinuitas dan harga.
Pakan Alternatif
Pakan alternatif adalah istilah yang diberikan untuk pakan ikan yang bahannya berasal dari bahan-bahan limbah baik yang berasal dari industri olahan makanan atau ternak yang masih termanfaatkan. Beberapa pakan alternatif yang berasal dari limbah pengolahan makanan seperti onggok, molasses, ampas tahu, ampas kecap, CPO, dll sudah banyak digunakan sebagai pakan ternak. Penggunaannya sebagai bahan pakan dapat dicampurkan dengan bahan tambahan pakan lainnya atau bisa juga diberikan secara langsung pada ikan/ternak.
1.  Minyak Inti Sawit dan Ampas Minyak Sawit
Minyak inti sawit merupakan minyak murni hasil ekstraksi biji sawit. Sedangkan sisa dari pembersihan/pemurnian tersebut diperoleh ampas minyak sawit yang berbentuk padat. Sejauh ini sudah banyak yang memanfaatkan limbah ini sebagai pakan ternak (sapi). Penggunaan minyak sawit (CPO) pada pakan dapat langsung dicampur pada pakan siap, sedangkan ampas minyak sawit dapat dicampurkan dengan bahan-bahan tambahan pakan lainnya.
Nilai gizi dari minyak inti sawit ini cukup baik yaitu kandungan protein 15,3%, lemak 57,2%; air 23,4% dan abu 11,3%, sedangkan ampas minyak sawit sebagai bahan baku pakan ikan terlebih dahulu harus diproses menjadi tepung dengan nilai gizi yang terkandung didalamnya protein 16,09%; lemak 5,39% dan abu 8,59%.
2.  Ampas Kecap
Ampas kecap merupakan limbah dari proses pembuatan kecap yang berbahan dasar kedelai yang memiliki kandungan protein cukup tinggi. Untuk menjadi bahan baku pakan,ampas kecap harus diolah menjadi tepung dengan lebih dahulu dikeringkan dalamoven/dijemur. Nilai gizi yang terkandung adalah protein 10,32%;lemak 6,93%;air 52,98% dan abu 6,72%.
3.  Onggok
Onggok yang berasal dari ubi singkong merupakan limbah padat dari pengolahan tepung tapioka. Sebagai ampas pati singkong yang mengandung banyak karbohidrat, onggok dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi, nilai gizi yang terkandung pada onggok adalah protein 3,6%; lemak 2,3%;air 20,31% dan abu 4,4%.
4.  Ampas Tahu
Ampas Tahu merupakan limbah dari proses pembuatan tahu. Untuk menjadi bahan baku pakan, ampas tahu bisa langsung diberikan pada ikan dengan tambahan sedikit ikan asin, atau dapat juga diolah lebih dulu menjadi tepung dengan mengeringkannya dalam oven/dijemur lalu digiling. Nilai gizi yang terkandung adalah protein 8,66%; lemak 3,79%; air 51,63% dan abu 1,21%.
5.  Ampas Tempe
Limbah pengolahan tempe yang berasal dari bahan baku kacang kedelai, baik berupa kupasan kulit ari kacang kedelai juga limbah cair berupa air rebusan dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ikan. Nilai gizi limbah pengolahan tempe lebih tinggi dibanding ampas tahu.
6.  Molases
Molases merupakan sisa hasil produksi pada industri pengolahan gula yang berbentuk cair. Molases sudah banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pakan ternak, karena kandungan gizinya cukup baik.
7.  Orgami
Orgami merupakan hasil buangan pengolahan penyedap rasa. Setelah melalui proses penyaringan raw sugar (tetes tebu) dan molases sebagai bahan baku, dihasilkan gypsum. Selanjutnya melalui tahap koagulasi dihasilkan orgami sebagai limbah cair dan dielet humus sebagai limbah padatnya. Nilai gizi orgami adalah protein 5,28%; lemak 3,41%; air 68,29% dan abu 4,77%.

Pakan Alternatif untuk benih ikan / ikan kecil

Pakan alami ialah makanan hidup bagi larva dan benih ikan mencakup fitoplankton, zooplankton dan bentos serta berperan sebagai sumber protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Di samping pakan alami mengandung gizi yang lengkap (lihat Tabel) dan mudah dicerna.
Mengapa demikian? Hal itu disebabkan ia mengandung enzim yang dapat membantu pencernaan di usus larva atau benih ikan yang belum berkembang alat pencernaannya.
Pakan alami berukuran relatif kecil (150 mikron – 1 mm) sesuai dengan bukaan mulut larva atau benih dan bergerak tidak begitu aktif sehingga mempermudah larva atau benih untuk memangsanya. Karena sifatnya hidup, pakan alami tidak mencemari media pemeliharaan larva atau benih ikan.
Pakan alami jenis fitoplankton diketahui sebagai makanan awal bagi larva ikan laut yang relatif bukaan mulut larvanya kecil. Sedangkan sebagian larva ikan tawar banyak memanfaatkan zooplankton karena bukaan mulutnya relatif besar.
Namun beberapa ikan air tawar termasuk ikan hias ada bukaan mulut larvanya relatif kecil sehingga di dalam usaha pembenihan memerlukan zooplankton yang ukuran kecil. Pakan alami sebagian mudah didapat dari alam dan ada yang mudah dibudidayakan.
Media kultur untuk pembudidayaan apakan alami dapat berupa media alga atau media yang banyak mengandung bakteri untuk itu fasilitas pengembangbiakan khususnya alga perlu dipersiapkan. Sedangkan media bakteri mudah didapat dengan menggunakan kotoran hewan. Penyediaan pakan alami secara berkesinambungan dan peruntukannya yang tepat akan meningkatkan pertumbuhan dan sintasan larva dan benih ikan.
Ada beberapa jenis pakan alami yang dapat dibudidayakan seperti infusoria (Paramecium), rotifer, moina, dan daphnia. Berikut ini keterangan singkat dari setiap pakan alami yang dibudidayakan.

Infusoria/Paramecium (100 – 150 mikron)
Pakan alami ini biasanya digunakan untuk larva ikan air tawar dengan panjang bukaan mulut berkisar 100 – 500 mikron. Wadah budidaya dapat menggunakan toples, waskom, ember, dan lain-lain.
Medianya dapat berupa air sumur yang diberi sayuran (kangkung, selada), jerami, dan bahan organik lainnya di antaranya kuning telur. Kuning telur yang sudah dipisahkan dengan putih telur dikocok dengan air selanjutnya disaring dengan saringan terilin. Setelah itu ditambah dengan daun kipait dan diberi 1 – 2 sendok air selokan.
Panen infusoria dilakukan dengan cangkir atau dengan saringan nano plankton  setelah 3 – 4 hari pemberian kuning telur. Untuk mendapatkan infusoria yang berkesinambungan dibutuhkan 4 wadah.

Rotifer (150 – 175 mikron)
Pakan ini biasanya digunakan bagi larva atau benih ikan dengan bukaan mulut 150 – 200 mikron. Wadah budidaya yang digunakan dapat berupa bak yang cukup besar seperti bak plastik, fiber, atau beton.
Medianya berupa alga (Chorella sp) yang dibiakkan dengan pupuk kimia untuk skala kecil, 100 mg/l MgSO4, 200 mg/l KH2PO4. Sementara itu, untuk skala besar menggunakan urea (1.000 ppm) dan TSP (200 ppm) dengan salinitas 11 persen.
Bibit rotifer (Brachionus sp) diinokulasi setelah biakan alga berumur 6 hari. Panen dilakukan 3 – 4 hari dengan serokan plankton setelah media yang berwarna hijau berubah menjadi pucat/putih. Untuk mendapatkan rotifer yang berkesinambungan dibutuhkan 6 bak.

Moina dan Daphnia (1 – 4 mm)
Pakan jenis ini biasanya diperuntukkan benih ikan hias air tawar pasca larva dengan ukuran bukaan mulut 0,8 mm. Wadah budidayanya dapat menggunakan bak fiber atau beton dengan kedalaman 0,8 m dengan media diaerasi atau tidak diaerasi.

Media berupa air sumur/sungai dipupuk dengan kotoran ayam (1.000 ppm). Pupuk ulang 0,5 dosis pada minggu kedua dan ketiga.

Lalu, bibit moina dan daphnia diinokulasi sehari setelah pemupukan awal seberat 1 g/m3. Panen moina dilakukan 7 hari setelah inokulasi dengan serokan terilin dan sebaiknya dipanen selama 3 hari. Sedangkan panen daphnia dilakukan setelah umur 3 minggu sebanyak 25 g/m3/hari. Untuk mendapatkan moina berkesinambungan dibutuhkan 6 bak.
 
 
(Sumber : BBAT JAMBI – DITJEN PERIKANAN BUDIDAYA )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar