RESIRKULASI pada
dasarnya terdiri dari dua buah kata yaitu re-yang berarti kembali dan
sirkulasi-yang berarti peredaran. Resirkulasi pada sistem budidaya
merupakan suatu cara/teknologi untuk memanfaatkan media budidaya (air)
yang telah digunakan dalam sistem produksi untuk digunakan kembali
layaknya air yang baru. Dengan menggunakan berbagai treatment dan filter baik
itu mekanis dan/atau biologis dalam wadah terkontrol, air sisa/air
buangan/air limbah budidaya yang seharusnya dibuang dapat dimanfaatkan
kembali. Hal ini tentunya akan sangat menghemat waktu, biaya dan juga
air yang digunakan untuk proses pergantian air.
Dalam
media budidaya, pakan yang tidak termakan dan sisa feses akan
terakumulasi di perairan dalam bentuk amoniak. Jumlah akumulasi amoniak
yang besar di dalam perairan ini tentunya berbahaya untuk biota yang
hidup di dalamnya dan harus segera dihilangkan dengan cara rutin
melakukan pergantian air. Namun jika dilihat dari kacamata lingkungan,
hal ini tentunya merupakan salah satu bentuk pemborosan sumber daya air.
Di Negara maju seperti Norwegia, telah menggunakan sistem resirkulasi dalam proses budidaya untuk menghemat pemborosan sumberdaya air, yang lebih dikenal dengan nama Resirculating Aquaculture System (RAS). Manfaat penerapan teknologi RAS ini memang sangat besar bagi pelaku budidaya salah satunya adalah menghemat penggunaan air bersih yang tentunya akan mengurangi cost produksi dan dalam skala besar dapat mengurangi efek pemanasan global.
Di Negara maju seperti Norwegia, telah menggunakan sistem resirkulasi dalam proses budidaya untuk menghemat pemborosan sumberdaya air, yang lebih dikenal dengan nama Resirculating Aquaculture System (RAS). Manfaat penerapan teknologi RAS ini memang sangat besar bagi pelaku budidaya salah satunya adalah menghemat penggunaan air bersih yang tentunya akan mengurangi cost produksi dan dalam skala besar dapat mengurangi efek pemanasan global.

Gambar 1. Contoh Penerapan RAS dalam media Budidaya
Direktur
Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP),Slamet Soebjakto di Jakarta belum lama ini menjelaskan bahwa
teknologi RAS telah berhasil diadopsi dan dikembangkan di Indonesia
dengan model dan perangkat prasarana yang lebih murah oleh tim Balai
Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Tatelu, Minahasa, Sulawesi Utara.
Slamet menjelaskan filter fisika, filter biologi, sinar UV maupun
generator oksigen bisa dimanfaatkan untuk mengkontrol dan menstabilkan
kondisi lingkungan ikan, mengurangi jumlah penggunaan air dan
meningkatkan kelulushidupan ikan.
Fernando,
Kepala BPBAT Tatelu menuturkan bahwa prinsip dasar RAS di seluruh dunia
hampir sama yaitu dengan memanfaatkan air media pemeliharaan secara
berulang-ulang dengan mengendalikan beberapa indikator kualitas air agar
tetap pada kondisi prima. RAS yang dikmbangkan pada BPBAT Tatelu telah
mengalami modifikasi sesuai kondisi yang ada salah satunya dengan
menggunakan peralatan yang berasal dari salam negeri. Biaya instalasi
RAS yang dikembangkan oleh BPBAT tatelu hanya memakan Biaya tidak lebih
dari 80 juta rupiah. Biaya ini meliputi pembelian peralatan, seperti
generator 02, tangki filter, venturi, blower, ultraciolet dan material
lainnya yang diperkirakan mempunyai umur pemakaian 6 (enak) tahun. Nilai
ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan sistem instalasi RAS
impor yang biayanya dapat mencapai ratusan juta rupiah per unit
instalasi.

Gambar 2. Instalasi teknologi RAS yang dikembangkan oleh BPBAT Tatelu
Sumber : DJPB KKP
Peningkatan Produksi Benih
Pemanfaatan teknologi RAS ini tidak hanya dapat mengurangi cost produksi
budidaya, namun juga dapat meningkatkan kualitas dan jumlah produksi
benih ikan budidaya. Aliran air yang bersih (bebas dari mikroorganisme
dan kotoran) dengan memanfaatkan berbagai filter dapat meningkatkan daya
tetas telur dan jumlah benih hidup. Hal ini telah dibuktikan oleh BPBAT
Tatelu dalam produksi benih ikan Nila. Fernando mencontohkan, dengan
penerapan teknologi RAS pada kolam ikan Nila, mampu meningkatkan
produksi benih hingga 5.000 ekor/m2, padahal dengan teknologi
konvensional hanya sekitar 5 ekor/m2. Hal ini berarti, dengan penerapan
teknologi RAS mampu menggenjot produksi benih hingga 100%. Menilik
banyaknya manfaat dari penerapan teknologi RAS ini, pada awal tahun
2017, sejumlah daerah di Indonesia mulai menerapkan teknologi RAS untuk
meningkatkan produksi benih ikan, salah satunya adalah Unit Pembenihan
Perikanan (UPT) DKP Sulteng dan Balai Benih Air Payau (BBAP) Ujung
Batee, Provinsi NAD.
Kepala
UPT DKP Sulteng, Dr. Saldiansyah Effendy S.Pi, M.Si di Kota Palu
menyebutkan bahwa pihaknya telah menginvestasikan dana sekitar 200 juta
rupiah untuk menerapkan teknologi ini untuk produksi benih ikan nila.
Diharapkan penerapan teknologi RAS ini dapat meningkatkan produksi benih
ikan nila hingga 10% dari produksi tahun 2016. Saldi menjelaskan bahwa
saat ini pihaknya optimis mampu meningkatkan produksi benih ikan nila
ntuk tahun 2017 ini menjadi 200.000 ekor/bulan, yang pada tahun
sebelumnya hanya mencapai 15.000-20.000ekor/bulan seperti yang telah
dilakukan BBAP Ujung Bate’e. Produksi benih ikan Nila saat ini telah
mencapai 500.000 ekor benih nila setiap bulannya pada bak-bak pembenihan
dengan kapasitas yang sama dengan UPT Pembernihan Perikanan Sulteng,
Bagaimana penerapan RAS?
Secara
garis besar penerapan teknologi RAS tidak perlu wadah yang besar,
karena teknologi RAS cukup dilakukan pada bak-bak kecil berkapasitas 10
ton air. Beberapa treatment yang dilakukan untuk menerapkan teknologi RAS adalah sebagai berikut:
Solid Removal
Tujuan
step ini adalah menghilangkan bahan-bahan padat yang mencemari
perairan seperti sisa makanan, feses, maupun limbah berbentuk lainnya
yang mencemari kolam. Pada step ini, bisa dilakukan penyaringan untuk
menghilangkan limbah padat.
Biofiltration
Setelah dilakukan penyaringan terhadap bahan-bahan pencemar padat yang masih terlihat tersebut, pada step ini dilakukan treatment
untuk menghilangkan bahan pencemar yang tidak terlihat seperti amonia.
Amonia merupakan gas pencemar di dalam perairan yang berbahaya bagi
ikan. Salah satu cara untuk menghilangkan amonia adalah dengan
menggunakan filter biologi salah satunya adalah melepaskan bakteri yang
mampu merubah amonia menjadi nitrogen sehingga aman dilepaskan ke
lingkungan.
Dissolve gas control
Berikut
merupakan step terakhir, yaitu dengan menambah jumlah oksigen terlarut
sehingga air yang dilepaskan kaya akan oksigen terlarut yang baik untuk
ikan budidaya. Setelah melewati step-step tersebut, air bisa
dikembalikan lagi ke dalam kolam.
Resirkulasi berkembang pesat di sektor budidaya perikanan khususnya unit produksi yang besar. Juga pada sistem budidaya kecil untuk melakukan restocking, termasuk untuk menyelamatkan spesies yang terancam punah. Resirkulasi dapat dilakukan pada intensitas yang berbeda, tergantung seberapa banyak air yang disirkulasikan atau digunakan kembali. Pada beberapa budidaya, khususnya dengan sistem super intensif, membangun instalasi khusus yang terisolasi namun dapat menampung 300 liter air.
Dari sudut pandang lingkungan, terbatasnya jumlah air yang digunakan dalam resirkulasi tentu menguntungkan. Sebab tak dapat dipungkiri, di beberapa daerah air adalah sumber daya terbatas. Selain itu, penggunaan air yang terbatas, memudahkan untuk menghilangkan nutrisi yang telah disekresikan dari ikan. Dengan demikian, resirkulasi dianggap sebagai cara yang paling ramah lingkungan dalam budidaya ikan secara komersial. Nutrien yang dihasilkan ikan dapat digunakan sebagai pupuk pada lahan pertanian atau sebagai bahan dasar biogas.
Mengontrol parameter seperti suhu air, kadar oksigen, sangat penting pada proses resirkulasi. Tujuannya untuk memberikan kondisi yang stabil dan optimal untuk ikan, sehingga mencegah kondisi stres dan mewujudkan pertumbuhan yang lebih baik. Kondisi stabil menghasilkan pola pertumbuhan yang stabil pada masa mendatang dan memungkinkan pembudidaya untuk secara tepat memprediksi kapan ikan akan telah mencapai tahap atau ukuran tertentu.
Ada banyak keuntungan menerapkan sistem resirkulasi dalam budidaya ikan, namun manfaat utamanya adalah pencegahan penyakit. Dampak patogen pada sistem resirkulasi jauh berkurang karena hanya menggunakan air yang terbatas. Air untuk budidaya ikan tradisional diambil dari sungai, danau atau laut, yang secara alami meningkatkan resiko meningkatnya penyebaran penyakit.
Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan resirkulasi:
- Perlu diingat bahwa resirkulasi adalah sistem air yang dipakai terus menerus dengan memakai sistem filtrasi.
- Sistem ini memerlukan aliran air yang dapat terkendali dan keberadaan pompa untuk mengalirkan air tersebut.
- Langkah pertama dalam proses resirkulasi adalah air dipompa dan masuk ke dalam kolam.
- Selanjutnya air buangan yang berasal dari kolam dimasukkan ke dalam filter. Oleh filter, air melewati proses penjernihan yang dapat dimanfaatkan kembali untuk mengisi air pada kolam.
- Sistem resirkulasi harus dilakukan secara berkala, sesuai kuantitas air yang diganti dan penggunaan air sekali pakai.
- Adapun pembuangan air dilakukan menggunakan selang yang diberi saringan pada ujungnya, sehingga ikan tidak ikut tersedot atau terbuang.
- Seperti disebutkan di awal, sistem resirkulasi menggunakan dua filter, yakni filter biologi dan fisik.
- Yang termasuk pada komponen biologi adalah: pecahan karang, pasir dan bioball yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses nitrifikasi dari amoniak menjadi nitrat.
- Yang termasuk filter fisik adalah cartridge filter yang berperan untuk menyaring partikel partikel yang tersuspensi di dalam air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar