Karena harga jual gurami yang tinggi, bahkan di berbagai daerah di Indonesia mencapai puluhan ribu rupiah / kg, ikan
gurami banyak dibudidayakan di berbagai daerah seluruh Indonesia.
Ikan gurami, mengandung gizi
yang baik, disamping rasa dagingnya lezat, gurih, tekstur dagingnya juga tidak
lembek. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya tahun 2011, pada tahun
2010, jumlah produksi gurami di Indonesia mencapai angka 56.885 ton. Hal ini
menunjukkan betapa besarnya kapasitas Indonesia dalam mencapai swasembada ikan.
Meningkatnya harga pakan pelet
sebagai bahan pakan utama ikan gurami membuat keuntungan para peternak gurami
di Indonesia menjadi berkurang. Bahkan, hampir 80% dari biaya pengembangan
usaha gurami dikeluarkan untuk pemberian pakan itu sendiri. Hal ini tentunya
membutuhkan solusi alternatif untuk menekan pengeluaran biaya tersebut.
Selain itu, penyakit bercak
merah yang menyebabkan kematian masssal gurami pada tahun 2005, masih saja
menjadi momok bagi peternak gurami. Belum ada solusi khusus yang mampu secara
kontinu diterapkan bagi gurami untuk meningkatkan ketahanan fisiknya.
Tanaman-tanaman seperti daun
sente belum mampu menjawab permasalahan yang kini mewabahi pengembangan gurami
di Indonesia. Karena itu, dari segi ketahanan fisik, gurami juga membutuhkan
alternatif.
Maggot-papaya
adalah solusi bagi peternak gurami dalam pemberian pakan dengan fokus utama
dalam efisiensi biaya dan kekebalan tubuh ikan gurami terhadap penyakit bercak
merah. Maggot-papaya ini akan berjalan beriringan dengan pertumbuhan ikan
gurami.
Maggot-Papaya – Solusi Pakan Gurami Murah
Maggot-papaya berasal dari dua
kata, yaitu maggot dan pepaya. Maggot merupakan larva lalat yang
dikembangbiakkan dari perpaduan ampas tahu dengan ikan kering. Protein dari maggot ini mencapai 44%, sedangkan
protein dari pelet maksimal secara umum ialah 40%.
Maggot dibiakkan memakai media
ampas tahu. Ikan kering ditambahkan untuk menarik datangnya lalat. Perbandingan
antara ampas tahu dengan ikan kering ialah 8 : 2. Ampas tahu cenderung mudah
untuk diperoleh dan memiliki kisaran harga Rp 500-1000 per kg. Harga ikan rucah
kering sekitar Rp 2.000 per kg. Jadi, jika diambil kisaran harga maksimal, maka
dibutuhkan biaya sebesar Rp 1.800 untuk menghasilkan 1 kg media maggot.
Sebelum dipakai, media perlu
difermentasi selama 3-4 minggu. Setelah itu, lalat akan datang dan bertelur.
Maggot dipanen setelah sepekan. Dari 1 kg media, dapat dihasilkan 180 g maggot.
Jadi, untuk memperoleh maggot sebanyak 1 kg, dibutuhkan media sebanyak 6 kg.
Maka, untuk pembuatan maggot sebanyak 1 kg diperlukan biaya sebesar Rp 5.000,
atau dapat menekan biaya sebesar 40 % dari biaya penggunaan pelet.
Pepaya merupakan tanaman asli
tropis dan sub tropis Amerika dan sekarang
menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, pepaya dapat tumbuh
pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut, pada daerah lembab dan pada
daerah dengan suhu 22-26 ÂșC dengan curah hujan sekitar 1.000 – 2.000 mm/tahun
dan pH tanah 6-7. Oleh karena itu, maka maggot-papaya baik untuk diterapkan di
Indonesia. Hampir seluruh kawasan di Indonesia memiliki curah hujan yang sangat
besar, bahkan mencapai 2000 mm/tahun.
Bagian dari tanaman pepaya yang
dimanfaatkan dalam hal ini ialah daunnya. Daun pepaya merupakan salah satu
bahan obat-obatan alami yang berasal dari tumbuhan yang diketahui mengandung
zat antibakteri seperti senyawa tocophenol, alkaloid carpain, flavonoid dan
lain-lain.
Zat yang dikandung daun pepaya
ini mampu mengatasi penyakit bercak merah yang disebabkan bakteri Aeromonas
hydrophila. Daun pepaya mengandung enzim papain, alkaloid karpaina, tocophenol,
pseudo-karpaina, glikosid, karposid, saponin, sakarosa, dektrosa, levulosa, dan
flavonoid.
Dari sekian banyak senyawa dan
zat aktif pada daun papaya, yang bersifat larut dalam etanol
70% dan air yaitu alkaloid, tocophenol, dan
flavonoid. Tocophenol merupakan senyawa fenol yang khas pada tanaman pepaya.
Fenol
dapat merusak membran sel bakteri dan menyebabkan lisis (terlarutnya) sel
bakteri. Sisi dan jumlah gugus hidroksil pada fenol diduga memiliki hubungan
dengan toksisitas relatif terhadap mikroorganisme dengan bukti bahwa
hidroksilasi yang meningkat juga menyebabkan tingginya toksisitas zat ini.
Kepolaran gugus hidroksil fenol mampu membentuk ikatan hidrogen yang larut
dalam air sehingga efektif sebagai desinfektan.
Saat berumur 3,5 bulan, daun
pepaya sudah dapat diambil. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan gurami yang
sudah berukuran 3-5 cm. Ukuran daun pepaya mencapai setengah dari ukuran daun
sente. Selembar daun sente umumnya mencukupi untuk 100 ekor gurami. Jadi,
selembar daun pepaya diperkirakan dapat mencukupi konsumsi 50 ekor gurami.
Maka, untuk ukuran kolam sebesar
6×20 meter persegi (berisi 1200 ekor gurami), diperlukan daun pepaya sebanyak
24 lembar. Hal ini tentunya tidak memerlukan banyak pohon, hanya berkisar 12
pohon pepaya dengan pengambilan 2 lembar daun dari tiap pohonnya. Jarak tanam
pepaya yang ideal ialah 2,75 m. Jadi, panjang
dari pematang kolam yang dibutuhkan ialah 33 m. Panjang keliling kolam sebesar
6×20 meter persegi ialah 52 m. Artinya, penanaman pepaya di pematang kolam
mencukupi untuk pemberian pakan gurami yang ada di dalamnya.
Dengan pertimbangan-pertimbangan
di atas, kemungkinan peningkatan produksi gurami di Indonesia sangat
dimungkinkan. Selain ditinjau dari sisi penekanan biaya pemberian pakan, metode
maggot-papaya juga menjanjikan terhindarnya ikan gurami dari penyakit bercak
merah yang telah menjadi momok bagi pembudidaya gurami di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar