Agar usaha perbenihan bisa mencapai produksi yang
diinginkan, sejumlah rekomendasi dikumpulkan dari para ahli dalam
pertemuan yang membahas perbenihan ikan nasional pada bulan lalu.
Adapun, rekomendasi tersebut seperti yang dirilis Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya, adalah:
- Membentuk Asosiasi Hulu-Hilir per Komoditas
Saat ini asosiasi perikanan yang ada masih terkotak – kotak dalam
bagian per bagian pembenih saja, atau pembudidaya saja, atau olahan
saja. Sementara di Eropa, telah diterapkan asosiasi yang linier dari
hulu ke hilir. Contohnya, untuk komoditas salmon, asosiasi yang ada
mulai dari pembenih, pembudidaya pembesaran, hingga pengolahan menjadi
satu bagian.
Hal ini dilakukan, untuk mempermudah pengembangan komoditas perikanan
budidaya secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Dengan demikian, itu
bisa meningkatkan pertumbuhan dan PDB sektor perikanan.
- Berkonsentrasi pada Spesies Tertentu untuk Dikembangkan Secara Terintegrasi
Indonesia memiliki potensi perikanan budidaya yang sangat besar
dengan diversifikasi spesies yang banyak. Untuk memperoleh hasil yang
optimum, harus ditentukan beberapa komoditas/spesies unggulan yang akan
dikembangkan secara terintegrasi dari hulu ke hilir.
Misalnya, untuk di air payau: komoditas udang dan bandeng, di air
tawar: lele dan patin, di air laut: barammundi/kakap putih dan rumput
laut. Komoditas tersebut harus dikembangkan secara menyeluruh dan
terkonsep untuk menggenjot produksi dan nilai tambahnya.
- Menghidupkan Kembali Pemuliaan Induk Unggul
Selama dua tahun terakhir, anggaran untuk pemuliaan induk unggul
ditiadakan. Harapannya pemuliaan genetik dapat dilanjutkan dan
dikembangkan dengan perencanaan matang dan didukung anggaran yang besar
oleh Pemerintah, seperti yang sudah dilakukan Norwegia pada ikan salmon.
Dengan cara tersebut, ketersediaan induk-induk unggul melimpah dan
hatchery dapat memproduksi benih berkualitas tinggi, sehingga pembudidaya dapat bersaing dalam ongkos produksi dan kualitas.
- Transformasi Teknologi Perbenihan Modern
Perkembangan teknologi yang sangat cepat untuk mencetak induk maupun
benih unggul yang bebas penyakit, sudah berlangsung sekarang. Teknologi
yang sudah ada, seperti
single nucleotide polymorphism (SNP) untuk mengetahui DNA penciri, dan genome/DNA
editing yang dibutuhkan dalam proses pencetakan induk unggul.
Selain itu, teknologi di tingkat
hatchery untuk menciptakan
benih unggul yang bebas penyakit juga harus terus ditingkatkan,
diantaranya dengan penggunaan RAS, aplikasi bioreaktor alga, dan lain
sebagainya.
- Membangun Broodstock Center Berkelas Dunia
Kebutuhan induk, terutama udang, sebagian besar masih diperoleh dari impor. Kepercayaan pelaku
hatchery untuk menggunakan induk lokal juga masih kecil, sehingga perlu ada upaya lebih untuk Pemerintah membangun
broodstock center per komoditas yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
stakeholder.
Di masa datang, agar Indonesia bisa lepas dari ketergantungan induk
impor, Pemerintah bisa bekerjasama dengan pihak swasta, yakni produsen
induk dari Hawai untuk membuat
broodstock center kelas dunia. Dengan demikian, tingkat kepercayaan pelaku dalam menggunakan induk produksi lokal meningkat.
- Peningkatan Ketahanan Pangan dari Ikan
Semakin banyaknya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan, dalam hal
ini protein juga terus meningkat. Ikan menjadi salah satu sumber protein
yang dapat dijadikan pilihan bagi masyarakat, karena ikan memiliki
tingkat produktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan ternak atau
hewan darat lainnya seperti ayam.
Sebagai perbandingan, produktivitas untuk ikan lele dalam satu
hektar, itu bisa mencapai 5.000 ton per hektar, sedangkan untuk ternak
dan pertanian hanya ratusan ton saja. Selain itu, promosi ikan dalam
rangka peningkatan konsumsi ikan di masyarakat juga terus dilakukan,
agar target konsumsi ikan 50 kilogram per kapita per tahun dapat
dicapai.
- Perlunya Sinergi Peraturan Perundangan
Dalam mendukung pembangunan sektor kelautan dan perikanan, terutama
dari sisi perbenihan, perlu didukung oleh aturan perundangan. Saat ini,
ada Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang memindahkan kewenangan
urusan pemerintah daerah provinsi ke tingkat kabupaten/kota.
Diharapkan juga, tercipta sinergitas antar kelembagaan yang mendukung
jalannya proses pembangunan perbenihan nasional. Hal ini perlu
disuarakan di level pusat dan DPR RI untuk kembali mengkaji peraturan
yang dapat mewadahi semua pihak.
- Swasembada Induk dan Benih Unggul
Kebutuhan benih dan induk terus meningkat setiap tahunnya.
Diperkirakan kebutuhan benih saat ini mencapai 115 miliar dan kebutuhan
induk sebanyak 20 juta ekor untuk semua komoditas. Untuk itu, Pemerintah
bersama
stakeholder lain harus bekerjasama bersinergi
menghasilkan induk dan benih unggul tersebut. Masing – masing pihak
harus mengambil peranan, dengan meningkatkan sarana dan prasarana,
teknologi, dan kapasitas produksi.
- Sinergitas Tambak Artemia dan Garam
Kebutuhan artemia sebagai pakan induk dan benih semakin meningkat, sementara hingga saat ini, Indonesia masih mengimpor
cyst
(telur dorman) artemia. Untuk itu, perlu dibangun tambak artemia untuk
memenuhi kebutuhan biomasa artemia bagi produsen induk dan
hatchery dalam negeri.
DJPB sendiri sudah menyiapkan pembangunan tambak artemia di Nusa
Tenggara Timur, yang nantinya dapat disinergikan dengan produksi garam
hasil proses penumbuhan artemia. Ke depan, diharapkan juga tercipta
sinergitas antara tambak garam untuk memproduksi biomasa artemia di
berbagai daerah di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar