Ikan nila merupakan salah satu ikan air tawar budi
daya yang sangat mudah untuk dipelihara dan dibesarkan, serta tergolong jenis
ikan yang “bandel”, salah satunya adalah dalam urusan tempat hidup atau lokasi
budi daya. Nila dapat beradaptasi dalam berbagai tempat dan kondisi. Budi daya
di waduk buatan atau di danau dengan sistem karamba jaring apung (KJA)
merupakan sistem budi daya yang banyak diterapkan oleh petani.
Sementara itu, pemeliharaan ikan nila di sungai
umumnya dilakukan dengan sistem karamba bambu. Di perairan air tawar, ikan nila
juga banyak dibudidayakan di kolam air deras, kolam tanah dengan air diam, dan
di sawah dengan sistem mina padi.
Berikut ini adalah teknik budi daya ikan nila dengan
sistem “Pembesaran di Kolam Tanah Air Diam”.
Persiapan Kolam
Kolam tanah air diam merupakan kolam air tawar dengan
debit air yang kecil (kurang dari 1 liter per detik). Karena itu, pematang dan
bedeng pada kolam air diam tidak perlu dibuat permanen karena tidak ada risiko
rusak atau terkena erosi oleh debit air yang besar. Bentuk kolam tergantung
kondisi lapangan. Persiapan kolam tenang hampir sama dengan penyiapan kolam air
deras, yakni meliputi pengeringan, pengolahan dasar kolam, perbaikan pematang,
pengecekan bedeng, pengapuran, pemupukan, dan pengisian air.
Berikut beberapa syarat lokasi sungai atau perairan
untuk kolam air diam.
- Bebas banjir dan tidak tercemar.
- Tekstur tanah lempung atau liat berpasir (sandy clay loam dengan perbandingan lempung dan liat 3 : 1).
- Keasaman tanah (pH) 5—8.
- Ketinggian lahan 0—1.000 m dpl.
- Sumber air selalu tersedia
Idealnya, ukuran kolam tanah air diam untuk pembesaran
ikan nila seluas 400 m2, memiliki kedalaman lumpur sekitar 20 cm, dan tinggi
pematang 1—1.5 meter. Jika tidak memungkinkan, luas kolam dapat disesuaikan
dengan luas lahan yang dimiliki.
Penebaran Benih
Populasi ideal ikan nila pada kolam tanah air diam
sebanyak 10 ekor/m2. Benih yang digunakan dapat berasal dari pendederan III
(P3) atau pendederan IV (P4). Ukuran optimum benihnya sekitar 8—13 cm. Cara
penebaran benih ikan nila sama dengan penebaran benih pada kolam air deras dan
karamba jaring apung. Untuk menghindari stres, penebaran sebaiknya dilakukan
pada pagi hari, sekitar pukul 06.00—07.30.
Penggunaan Benih Unggul
Penggunaan
sistem budidaya monosex jantan pada usaha pembesaran ikan nila telah dipandang
oleh para pembudidaya sebagai suatu keharusan. Ikan nila jantan
mempunyai tingkat pertumbuhan 30% lebih cepat dari nila betina. Sistem budidaya
monosex jantan ini dapat meningkatkan produksi pembesaran ikan nila sebesar
25%. Sehingga target untuk mendapatkan ukuran ikan nila kualitas ekspor pun (berat di atas 600 gram) dapat lebih mudah
dicapai.
Kendala yang dihadapi para
pembudidaya jika menggunaan sistem heterosex pada budidaya pembesaran ikan nila
adalah, ikan nila memiliki sifat cepat matang kelamin (biasanya pada ukuran
250-300 gram). Akibatnya sering terjadi perkawinan yang tidak terkontrol pada
kolam-kolam pembesaran yang tentunya akan menghambat pertumbuhan, karena energi
untuk pertumbuhan digunakan untuk perkawinan. Itulah alasan mengapa permintaan
benih nila jantan sangat tinggi, dan penggunanan induk nila Gesit pada usaha
pembenihan layak menjadi solusinya.
Tidak hanya itu, FCR (Feed Convertion Ratio) yang diperoleh dari budidaya nila monosex jantan juga lebih baik. Dari hasil pengujian terhadap benih jantan yang dihasilkan nila Gesit di kolam air deras. Dari 3,2 ton benih yang ditanam, diperoleh hasil panen sebanyak 13 ton ikan nila kualitas ekspor. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh nilai FCR nila sebesar 1,5
Tidak hanya itu, FCR (Feed Convertion Ratio) yang diperoleh dari budidaya nila monosex jantan juga lebih baik. Dari hasil pengujian terhadap benih jantan yang dihasilkan nila Gesit di kolam air deras. Dari 3,2 ton benih yang ditanam, diperoleh hasil panen sebanyak 13 ton ikan nila kualitas ekspor. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh nilai FCR nila sebesar 1,5
Untuk menghasilkan benih nila jantan,
metoda yang dapat digunakan ada empat.
Pertama, secara manual
dengan seleksi kelamin benih berukuran 10 cm (20 gram).
Ke-dua, persilangan
antarspesies (Oreochromis niloticus dengan O. Aureus).
Ke-tiga, penggunaan hormon
methyl testoteron sebagai pengarah kelamin (sex reversal) pada benih yang
kelaminnya belum berkembang (sexually undifferentiated fry).
Ke-empat, dengan
pengembangan YY male technology.
Selama
ini, biasanya para pembenih menggunakan teknik sex reversal, dengan menambahkan
methyl testosteron pada pakan benih ikan fase larva. Atau dengan merendam larva
yang baru menetas dalam larutan hormon tersebut agar sebagian besar benih
berkelamin jantan. Saat ini harga hormon tersebut mahal. Selain itu juga
bersifat karsinogenik, bagi orang yang bertugas mencampur pakan dan merendam
larva dengan hormon tersebut. Jadi harus memakai peralatan pelindung tubuh.
Sehingga metoda YY male technology menjadi pilihan yang lebih aman dan praktis,
karena tidak menggunakan bahan aditif yang berbahaya.
Dengan
munculnya nila Gesit, para pembenih dapat secara mudah mendapatkan benih GMT
(jantan) hanya melalui proses pemijahan induk jantan nila Gesit. keunggulan nila Gesit
terletak pada kemampuannya memproduksi benih ikan nila jantan dalam jumlah
besar. Sebagaimana diketahui, benih nila jantan mempunyai keunggulan tingkat
pertumbuhan dibandingkan nila betina, dalam budidaya pembesaran.
Secara alami, kromosom ikan nila jantan adalah XY(GMT/Genetic Male Tilapia), sementara yang betina adalah XX. Meski demikian kromosom ini dapat di manipulasi, sehingga dapat dihasilkan ikan nila jantan berkromosom YY dan betina YY. Kedua induk ini kemudian disilangkan hingga diperoleh benih nila Gesit jantan berkromosom YY. Induk nila jantan berkromosom YY ini mampu menghasilkan 96%-100% benih nila jantan apabila dikawinkan dengan ikan nila betina biasa (kromosom XX).
Secara alami, kromosom ikan nila jantan adalah XY(GMT/Genetic Male Tilapia), sementara yang betina adalah XX. Meski demikian kromosom ini dapat di manipulasi, sehingga dapat dihasilkan ikan nila jantan berkromosom YY dan betina YY. Kedua induk ini kemudian disilangkan hingga diperoleh benih nila Gesit jantan berkromosom YY. Induk nila jantan berkromosom YY ini mampu menghasilkan 96%-100% benih nila jantan apabila dikawinkan dengan ikan nila betina biasa (kromosom XX).
Pemberian Pakan
Ikan Nila termasuk jenis pemakan segala
(omnivora) sehingga cukup mudah untuk memberikan pakannya. Di alam makanannya
dapat berupa tumbuhan seperti lumut, ganggang, atau fitoplankton hingga
binatang seperti daphnia, moina, jentik nyamuk, artemia hingga larva ikan. Pada
dasarnya, ikan Nila muda memakan plankton dan setelah dewasa memakan hewan
renik, serangga, ikan kecil atau udang-udangan.
Ikan Nila di kolam pemeliharaan yang intensif dapat diberi makan pakan buatan berupa pellet sebanyak 2-4% dari bobot biomassa. Pakan sebaiknya mengandung protein 24—30% agar pertumbuhan ikan nila berlangsung optimal. Pakan diberikan tiga kali sehari, yakni pagi, siang, dan sore hari. Pakan bisa berupa pelet apung maupun pelet tenggelam. Dosis pemberian pakan per hari pada bulan pertama sebesar 5% dari biomassa. Setelah itu, pada bulan kedua dosisnya 4% dari biomassa. Pada bulan selanjutnya dikurangi menjadi 3% dari biomassanya.
Tabel 1. Dosis Pemberian Pakan pada Ikan Nila
No
|
Bobot
Ikan (g)
|
Dosis
pemberian pakan
(% bobot tubuh /hari)
|
1
|
1 -
5
|
10 –
7
|
2
|
5 –
20
|
6 –
4
|
3
|
20 –
100
|
4 –
2.5
|
4
|
100
– 200
|
2.5
– 2
|
5
|
200
- 400
|
2 –
1.5
|
Untuk menghindari serangan
penyakit dan menambah vitalitas ikan, pembudidaya disarankan untuk menambahkan
probiotik sebanyak 10 mg/l air dan suplemen seperti vitamin C ke dalam pakan
dengan dosis 250 – 500 mg/Kg biomassa. Sebagaimana budidaya ikan lainnya kolam ikan
juga harus dijaga kebersihannya sehingga tidak menjadi sarang penyakit.
Tabel 2. Kebutuhan Vitamin pada Ikan Nila
No
|
Vitamin
|
Kebutuhan
(mg/Kg
pakan)
|
1
|
Vitamin E
|
25 –
100
|
2
|
Riboflavin
|
6
|
3
|
Asam Phantothenic
|
10
|
4
|
Vitamin B12
|
10
|
5
|
Vitamin C
|
50
|
Panen
Perkembangan ikan nila yang dipelihara diperairan air tawar
(kolam air deras, kolam air tenang, dan karamba jaring apung) selama
3 bulan akan menghasilkan bobot ikan 300 gram per ekor. Selebihnya, jika selama
4 bulan akan menghasilkan bobot 400 gram. setelah pemeliharaan 5 bulan,
beratnya menjadi 500 gram per ekor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar